
Bisnis | Ekonomi
Perang Dagang Mereda: AS & China Sepakat Gencatan Senjata, Apa yang Terjadi?
/index.php/news/detail/bisnis_ekonomi/dibalik-angka-rp8-000-triliun-warisan-utang-rp8-000-triliun-jokowi-untuk-prabowo
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 11 June 2024 Waktu baca 5 menit
DIGIVESTASI - Pemerintahan berikutnya yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto akan menghadapi warisan utang dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mencapai lebih dari Rp8.000 triliun. Selama dua periode, pemerintahan di bawah Presiden Jokowi mencatatkan kenaikan utang yang signifikan. Menurut catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah pada akhir April 2024 mencapai Rp8.338,43 triliun, melonjak sebesar Rp3.547,85 triliun dari periode 2019.
Jumlah utang yang tinggi ini juga dibandingkan dengan posisi awal pemerintahan Jokowi pada periode pertama. Posisi utang pemerintah yang diwariskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir 2014 untuk Jokowi hanya sebesar Rp2.609 triliun.
Lampu Kuning Utang Pemerintah
Utang pemerintah per akhir April 2024 didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.333,11 triliun, yang menyumbang 87,9% dari total utang pemerintah. Sisanya berupa pinjaman sebesar Rp1.005,32 triliun, atau 12,1% dari total utang pemerintah. Secara rasio, utang pemerintah pada April 2024 terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 38,64%, masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kenaikan rasio utang pemerintah terutama disebabkan oleh penarikan utang yang meningkat untuk belanja penanganan Covid-19, fenomena yang juga terjadi di negara-negara lain.
Warisan Beban Utang Jatuh Tempo
Selain jumlah utang yang tinggi, pemerintahan Prabowo juga akan menghadapi penumpukan utang yang jatuh tempo, terutama pada periode 2025 hingga 2027. Utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun, hampir dua kali lipat dari posisi tahun ini yang sebesar Rp434,20 triliun. Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan utang jatuh tempo yang signifikan juga disebabkan oleh penarikan utang untuk kebutuhan penanganan pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie OFP, menekankan perlunya merancang target defisit anggaran yang lebih rendah untuk 2025 agar pemerintahan yang baru tidak terbebani dengan jumlah utang yang besar. Pemerintah merancang target defisit untuk pemerintahan mendatang pada 2025 sebesar 2,45% hingga 2,82%, yang dinilai tinggi oleh Dolfie OFP.
Opsi untuk Mengatasi Beban Utang
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyatakan bahwa pemerintahan mendatang memiliki dua opsi untuk mengatasi beban utang yang tinggi, yaitu dengan melakukan debt switch atau mempertimbangkan penundaan pembiayaan belanja pemerintah yang memiliki skala prioritas rendah. Ini diharapkan dapat menjaga defisit fiskal dalam level yang sehat dan menurunkan cost of borrowing pemerintah.
Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita
Sumber: bisnis.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.