DIGIVESTASI - PT Bank Tabungan Negara Tbk (IDX: BBTN) menyambut baik rencana pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengembangkan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) satu kali berjangka waktu hingga 35 tahun. 

Program ini dinilai sebagai jawaban untuk mempermudah akses aset bagi generasi milenial dan generasi Z. 
Direktur Senior BBTN Nixon LP Napitupulu mendukung rencana pemerintah melaksanakan program tersebut. Menurutnya, proyek ini akan semakin memudahkan masyarakat yang ingin menjadi pemilik untuk mencicil. 

“Khususnya bagi generasi milenial dan generasi Z, program ini akan menjadi jawaban untuk memiliki rumah sendiri sekaligus investasi masa depan,” kata Nixon di Jakarta, Senin (1/8). Senada, Kepala Ekonom BBTN Winang Budoyo juga menyambut baik usulan program KPR datar 35 tahun. 

Winang yakin program ini akan meningkatkan permintaan karena pelanggan akan mendapatkan keuntungan dari pembayaran bulanan yang lebih rendah. Dari sisi keuangan, Winang mengatakan program tersebut juga harus didukung oleh program yang mendukung kemampuan financial delivery bank. 

“Kami yakin opsi suku bunga berjenjang akan bermanfaat bagi  nasabah dan perbankan. Karena secara historis, kapasitas nasabah cenderung meningkat dari waktu ke waktu,” kata Winang.  Winang menjelaskan, sistem suku bunga bertingkat artinya setelah jangka waktu tertentu, suku bunga bisa naik secara bertahap. Winang mengusulkan kenaikan gaji dilakukan bertahap dalam jangka waktu 10 tahun. 

 “Secara historis, kami melihat  dalam kurun waktu 10 tahun, kondisi perekonomian nasabah KPR mengalami perbaikan dibandingkan  saat pertama kali mendaftar KPR,” kata Winang. 

Sementara itu, usulan proyek KPR bertenor 35 tahun  masih terus dikaji oleh Direktorat  Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Kementerian PUPR. Program ini diterapkan dari program KPR  Jepang yang telah sukses dengan sistem perumahan. Rencana  KPR 35 tahun juga merupakan langkah  bertahap pemerintah menuju zero backlog pada tahun 2045. Pada tahun 2021,  backlog di Indonesia masih mencapai 12,71 juta unit.