Investasi saham kini tidak lagi identik hanya dengan individu lajang atau pelaku bisnis. Dalam beberapa tahun terakhir, instrumen pasar modal ini mulai dilirik sebagai bagian dari strategi perencanaan keuangan keluarga. Semakin banyak keluarga Indonesia yang mengalokasikan dana untuk saham demi mencapai target finansial jangka panjang, seperti dana pendidikan anak, dana pensiun, hingga pembelian rumah.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan peningkatan signifikan partisipasi investor ritel pada tahun 2024, yakni sebesar 25% dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan ini turut didorong oleh tingginya antusiasme keluarga muda dalam berinvestasi saham. Fenomena ini mengindikasikan bahwa saham mulai dipandang sebagai pilihan investasi yang layak dan menguntungkan dalam konteks keuangan keluarga. 

Saham Sebagai Instrumen Perencanaan Keuangan Keluarga

Saham dinilai memiliki potensi imbal hasil (return) yang lebih tinggi dibandingkan instrumen investasi konvensional seperti deposito maupun obligasi pemerintah. Namun, potensi keuntungan ini juga disertai risiko yang harus dikelola dengan bijak. Pentingnya edukasi dan pemahaman dalam memilih saham atau reksa dana saham yang sesuai dengan tujuan serta profil risiko masing-masing keluarga.

Studi Kasus: Rencana Dana Pendidikan Anak Melalui Saham

Sebagai ilustrasi, sebuah keluarga muda yang ingin menyiapkan dana pendidikan anak sebesar Rp 300 juta dalam waktu 10 tahun, dapat memulai dengan modal awal Rp 50 juta. Selanjutnya, mereka secara konsisten menginvestasikan Rp 2 juta setiap bulan ke dalam reksa dana saham dengan imbal hasil historis rata-rata sebesar 12% per tahun.

Dengan pendekatan ini, tujuan dana pendidikan anak dalam jangka waktu 10 tahun bukan hanya realistis, tetapi juga berpotensi tercapai lebih cepat dibanding metode menabung konvensional, berkat efek pertumbuhan investasi dan bunga majemuk.