Utang Jatuh Tempo RI Rp 800 Triliun di 2025: Apakah Prabowo Bisa Membayar?

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 08 June 2024 Waktu baca 5 menit

DIGIVESTASI - Utang jatuh tempo pemerintah Indonesia diperkirakan mencapai Rp 800,33 triliun pada 2025, tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan nilai utang tersebut tidak akan menjadi masalah selama kondisi pemerintahan tetap stabil.

 

Pada 2025, Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan mulai menjalankan pemerintahan. Besaran nilai utang jatuh tempo ini terungkap dalam pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) dalam RAPBN 2025.

 

Sri Mulyani menekankan bahwa risiko dari utang jatuh tempo ini terbilang kecil jika stabilitas keuangan negara terjaga.

"Jatuh tempo dari utang pemerintah sering menjadi perhatian, namun risiko yang dihadapi negara tidak terletak pada besarannya, melainkan pada kemampuan negara untuk melakukan revolving dengan biaya yang dianggap wajar," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6/2024).

 

"Jika negara tetap kredibel, APBN baik, kondisi ekonomi dan politik stabil, maka risiko revolving hampir tidak ada karena pasar percaya negara ini tetap stabil," tambahnya.

 

Rincian Utang
Angka utang jatuh tempo Rp 800,33 triliun yang akan ditanggung pemerintahan Prabowo-Gibran terdiri dari Rp 705,5 triliun dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp 94,83 triliun dari pinjaman yang jatuh tempo.

 

Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa tingginya utang jatuh tempo di beberapa tahun mendatang bukan masalah selama kondisi dalam negeri stabil.

 

"Jadi, jatuh tempo yang terlihat tinggi pada 2025, 2026, dan 2027 tidak menjadi masalah jika persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal, ekonomi, dan politik tetap positif," kata Menkeu.

 

Mengapa Utang Indonesia Besar?
Sri Mulyani menjelaskan alasan tingginya utang jatuh tempo beberapa tahun ke depan. Salah satunya adalah beban belanja selama pandemi Covid-19 yang mencapai hampir Rp 1.000 triliun, sementara pendapatan negara turun sebesar 19 persen.

 

"Defisit kita tinggi pada waktu itu, dan dengan persetujuan Komisi XI dan Gubernur BI, kita melakukan burden sharing menggunakan surat utang negara dengan maturitas maksimum 7 tahun," ungkapnya.

 

"Jadi, jika pada tahun 2020, maksimal jatuh tempo dari pandemi itu adalah 7 tahun, kini konsentrasi utang jatuh tempo ada di 3 tahun terakhir, yaitu tahun ke-5, ke-6, ke-7, dan sebagian di tahun ke-8. Ini yang menimbulkan persepsi banyaknya utang, karena itu adalah biaya pandemi yang mayoritas dibiayai melalui surat utang," jelas Menkeu.


Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita

Sumber: liputan6.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.