
Berita Terkini
Purbaya Beri Tenggat 16 Hari untuk Kementerian Selesaikan Anggaran
/index.php
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 04 July 2025 Waktu baca 5 menit
Harga batu bara terus mengalami peningkatan, dipicu oleh kebijakan baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Namun, dinamika terbaru dari China berpotensi memberikan tekanan pada harga komoditas ini.
Berdasarkan data dari Refinitiv, harga batu bara ditutup di angka US$ 114 per ton pada Rabu (2 Juli 2025), naik sebesar 0,53%. Ini merupakan harga tertinggi sejak 5 Februari 2025.
Kenaikan harga ini memperpanjang tren penguatan batu bara. Dalam empat hari terakhir, harga telah melonjak sebanyak 7,4%.
Peta kekuatan batu bara berubah: Amerika mendukung, China berpotensi menekan harga
Industri energi di Amerika Serikat tengah mengalami transformasi besar, dipicu oleh langkah-langkah kebijakan yang menghidupkan kembali batu bara dan sekaligus memperlihatkan titik lemah dari energi terbarukan.
Perubahan tersebut tampak jelas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak terbaru yang telah disahkan oleh Senat AS. Undang-undang yang diajukan oleh Trump memberikan insentif besar bagi sektor batu bara, termasuk subsidi langsung dan pengurangan berbagai insentif untuk energi bersih. Bahkan versi dari Senat memberikan perlindungan lebih kuat bagi industri batu bara dibanding versi DPR, dengan menambahkan insentif pajak khusus bagi produsen batu bara.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produksi batu bara dalam negeri dan mempertahankan lapangan kerja di sektor pertambangan.
Sementara itu, dukungan fiskal untuk energi terbarukan seperti angin dan surya akan dihapus sepenuhnya setelah tahun 2027, kecuali untuk proyek yang sudah berjalan. Kondisi ini membuat batu bara kembali bersaing karena pesaing utamanya tidak lagi memperoleh bantuan pemerintah.
Diharapkan bahwa kebijakan ini akan mendorong peningkatan permintaan batu bara secara global.
Kebijakan terbaru baik dari legislatif maupun eksekutif, termasuk pencabutan moratorium atas sewa lahan tambang batu bara federal serta pemberian insentif pajak bagi batubara metalurgi, telah memberikan dorongan signifikan dalam jangka pendek bagi industri batu bara.
Sementara itu, pencabutan bertahap insentif untuk energi bersih dan kendaraan listrik (EV) menciptakan ancaman besar bagi perusahaan di sektor energi terbarukan dan produsen mobil listrik.
Bagi para investor, perbedaan arah kebijakan ini membuka peluang strategis untuk mengalihkan dana ke aset yang terkait batu bara, sekaligus mengambil posisi short terhadap sektor yang rentan terhadap pencabutan subsidi.
Namun, berita negatif datang dari kawasan Asia, khususnya China dan India.
Di India, pertumbuhan volume angkutan barang kereta api pada April hingga Mei 2025 melambat, terutama karena melemahnya permintaan batu bara dan semen. Pengiriman batu bara hanya tumbuh sekitar 1% atau menjadi 209 juta ton.
Harga batu bara kokas di China menurun
Pasar batu bara kokas di China mengalami penurunan harga pada bulan Juni dibandingkan bulan Mei, disebabkan oleh rendahnya permintaan dan meningkatnya stok.
Fenomena ini terjadi walaupun terjadi pengurangan produksi akibat inspeksi keselamatan dan lingkungan di area pertambangan wilayah utara negara itu.
Namun menjelang akhir bulan, harga mulai stabil dan sentimen pasar menunjukkan perbaikan, dipicu oleh menurunnya pasokan dari wilayah Shanxi dan meningkatnya produksi besi kasar (pig iron) oleh pabrik-pabrik baja. Walau demikian, tren kenaikan harga dalam waktu dekat masih dianggap belum mungkin terjadi.
Secara keseluruhan, stok batu bara kokas di China telah meningkat selama dua bulan berturut-turut.
Namun, dalam periode 23 hingga 27 Juni, cadangan menunjukkan penurunan signifikan karena produksi yang berkurang dan peningkatan penjualan dari para tambang. Berdasarkan survei terhadap 523 tambang, per 24 Juni 2025, total stok batu bara kokas berada di angka 11,47 juta ton, turun 4,5% dari minggu sebelumnya.
Menurut laporan Kallanish, per 27 Juni, harga spot batu bara kokas di Tiongkok (EXW, Anze) tercatat sebesar US$ 163,16 per ton.
Fitch Ratings dalam proyeksi terbarunya memperkirakan bahwa harga batu bara kokas akan tetap stabil di kisaran US$ 180 per ton selama tiga tahun ke depan (2026-2028).
Proyeksi ini mempertimbangkan lesunya permintaan dari industri baja di China, yang kemungkinan hanya akan sedikit tertutupi oleh peningkatan permintaan dari proyek-proyek blast furnace di India dan Asia Tenggara.
Sementara itu, laporan dari Departemen Industri, Sains, dan Sumber Daya Australia pada bulan Juni memperkirakan bahwa harga batu bara kokas dari Australia akan bertahan di kisaran US$ 200 per ton pada tahun 2026 dan 2027, lebih rendah dari rata-rata US$ 235 per ton pada tahun 2024.
Sedangkan untuk ekspor batu bara kokas Australia pada tahun fiskal 2024/2025 (berakhir Juni), diprediksi akan menurun menjadi 147 juta ton akibat gangguan produksi. Namun, pada 2025/2026 ekspor diperkirakan meningkat menjadi 160 juta ton dan terus bertambah menjadi 169 juta ton pada tahun 2026/2027.
Sumber: cnnindonesia.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.