
Berita Terkini
Purbaya Beri Tenggat 16 Hari untuk Kementerian Selesaikan Anggaran
/index.php
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 05 May 2025 Waktu baca 5 menit
Di tengah melemahnya ekonomi global, investor cenderung mengalihkan dananya ke aset yang dianggap aman atau safe haven, seperti emas dan dolar AS. Namun kini, posisi dolar sebagai aset pelindung mulai memudar. Fenomena ini terjadi akibat tekanan ekonomi yang dipicu oleh perang dagang yang dimulai oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Akibatnya, banyak pihak mulai mengurangi ketergantungannya terhadap dolar AS, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurut Sri Mulyani, saat ini yen Jepang dan euro menjadi aset safe haven yang paling diminati oleh pelaku pasar. Tercatat hingga 28 April 2025, nilai tukar yen menguat sebesar 9,3% terhadap dolar AS, sementara euro naik 9,1%.
Sebaliknya, rupiah mengalami pelemahan hingga 4,5%. Bahkan, nilai dolar sendiri terkoreksi hingga 8,5% sejak awal tahun. Sri Mulyani juga mencatat bahwa mata uang Tiongkok (yuan) masih mampu mencatatkan penguatan tipis sebesar 0,1%.
“Sekarang yang dianggap safe haven adalah euro dan yen. Ini bukan berarti kebal risiko, tapi kita tetap perlu memantau dan menjaga stabilitas,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN di Jakarta, Senin (5/5/2025).
Ia menambahkan bahwa tekanan terhadap dolar berasal dari ketidakpastian yang justru bersumber dari dalam negeri AS. Selain perang dagang yang diluncurkan Trump melalui kebijakan tarif tinggi terhadap negara mitra dagang, konflik terbuka antara Trump dan Ketua Bank Sentral AS, Jerome Powell, turut memperburuk kondisi.
"Trump menjuluki Jerome Powell sebagai 'Mr. Too Late' karena ia ingin suku bunga diturunkan agar ekonomi terus tumbuh," kata Sri Mulyani.
Hubungan yang tidak harmonis antara lembaga eksekutif dan The Fed menambah ketidakpastian pasar. Hal ini berdampak pada suku bunga, imbal hasil obligasi pemerintah AS (SBN), dan tentu saja nilai tukar dolar yang kian terpuruk.
Dolar AS kini mencatatkan performa terburuk sepanjang sejarah modern dalam 100 hari pertama masa jabatan presiden. Berdasarkan data Refinitiv, indeks dolar telah anjlok 9% sejak Trump dilantik kembali pada 20 Januari 2025 hingga 25 April 2025. Sepanjang April saja, indeks turun 4,5% — penurunan bulanan terbesar sejak 1973.
Indeks dolar sempat menyentuh 98,12 pada 21 April 2025, level terendah sejak Maret 2022. Kebijakan tarif tinggi mendorong investor memindahkan asetnya dari AS, memperlemah dolar dan mengangkat nilai euro, franc Swiss, yen, serta harga emas yang menguat lebih dari 8% terhadap dolar.
Sumber: cnbcindonesia.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.