Industri Tekstil RI Krisis! Investor Pergi, Pabrik Gulung Tikar & PHK Massal Meluas

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 05 August 2025 Waktu baca 5 menit

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) mengungkap secara terbuka tekanan berat yang kini dialami industri tekstil nasional akibat maraknya peredaran produk impor ilegal asal Tiongkok. Kondisi ini telah menyebabkan banyak pabrik terpaksa gulung tikar dan membuat para investor menarik investasinya dari Indonesia.

 

Kekhawatiran para pelaku industri tekstil ini disampaikan dalam audiensi bersama Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan (BK Kemendag). Situasi kian pelik setelah Kementerian Perdagangan baru-baru ini menolak pemberlakuan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap produk polyester oriented yarn (POY) dan draw textured yarn (DTY).

 

Sekretaris Jenderal APSyFI, Farhan Aqil, menyampaikan bahwa kondisi industri semakin memprihatinkan dan membuat pelaku industri merasa tertekan. Meskipun begitu, APSyFI tetap berkomitmen memperjuangkan kelangsungan hidup pabrik-pabrik tekstil. Menurut Farhan, persoalan ini tidak sekadar menyangkut urusan bisnis, namun juga menyangkut nasib para pekerja.

 

“Kami sampaikan bagaimana pabrik mulai gulung tikar secara diam-diam, kontrak dibatalkan, rencana investasi batal, ribuan pekerja kehilangan pekerjaan, dan di saat itulah kami merasa seolah pemerintah tutup mata,” ujar Farhan dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa (5/8/2025).

 

Dalam pertemuan tersebut, APSyFI memaparkan secara terperinci dampak yang ditimbulkan oleh keputusan penolakan BMAD, yang menurut mereka merupakan pukulan berat bagi industri tekstil nasional. Penolakan terhadap pengenaan BMAD atas produk POY dan DTY membuat banyak rencana investasi batal direalisasikan dan memperparah kondisi sektor hulu industri tekstil. Para investor menilai iklim usaha menjadi tidak aman karena banjirnya produk impor ilegal yang menguasai pasar domestik.

 

“Investor asing yang sebelumnya telah mengunjungi lokasi pabrik dan menyatakan komitmennya kini memilih mundur. Bagi mereka, tidak ada jaminan persaingan usaha yang sehat jika produk impor masuk tanpa hambatan,” jelasnya. Farhan menyayangkan bahwa kebijakan yang seharusnya melindungi industri nasional justru menjadi penyebab keruntuhannya. Beberapa rencana investasi dan program pemulihan industri terpaksa dibatalkan karena pemerintah tidak menerapkan perlindungan terhadap produk dalam negeri.

 

Padahal, sebelumnya ada tiga anggota APSyFI yang berencana mengaktifkan kembali kapasitas produksinya tahun ini, serta ada rencana penanaman modal asing senilai US$250 juta atau sekitar Rp4 triliun.

 

“Ada investor asing yang telah datang langsung ke lokasi pabrik dan melihat langsung potensi mesin-mesin yang bisa dihidupkan kembali. Bahkan CEO perusahaan tekstil multinasional sudah berkunjung dan menunjukkan antusiasme tinggi. Tapi setelah mengetahui bahwa BMAD ditolak, semua rencana batal,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Farhan menambahkan bahwa bukan hanya rencana investasi yang terganggu, tetapi juga niat dari merek olahraga ternama yang sebelumnya mengimpor dari China untuk beralih ke produksi lokal akhirnya dibatalkan. Tujuannya semula adalah untuk mengurangi risiko rantai pasok dan mempercepat distribusi. “Kontrak sudah ditandatangani, tinggal pelaksanaan. Tapi ketika tidak ada perlindungan bagi produk lokal, mereka mundur. Menurut mereka, tidak ada gunanya berinvestasi jika produk serupa bisa masuk dengan harga lebih murah tanpa hambatan,” imbuhnya.

 

Farhan juga mengungkap bahwa kondisi di lapangan kini semakin buruk. Banyak pabrik yang sebelumnya masih bertahan dalam keadaan terbatas kini mulai berhenti produksi secara diam-diam. Di sisi lain, impor bahan baku justru meningkat drastis. “Contohnya Asia Pacific Fibers (POLY) yang sudah tutup, sementara yang lain masih bertahan. Data kami menunjukkan impor benang filamen meningkat antara 70% hingga 300% sejak 2017, tergantung jenisnya. Ini bukan tren biasa, ini adalah tanda kehancuran perlahan industri lokal,” jelasnya.

 

Ia menambahkan bahwa situasi ini turut menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang besar. Banyak pelaku industri kini mengalami gagal bayar pinjaman karena tidak mampu lagi menjalankan usahanya. Di sisi lain, mesin produksi dibiarkan menganggur dan para pekerja diberhentikan. Generasi muda pun semakin enggan untuk bekerja di sektor manufaktur karena masa depannya yang tidak menentu. “Ribuan pekerja sudah kehilangan pekerjaan. Anak-anak muda tidak lagi tertarik kerja di pabrik karena mereka melihat sendiri bagaimana suramnya masa depan industri ini,” tambahnya.

 

Ia juga menyoroti bahwa kemerosotan ini bukan hal baru bagi industri tekstil dan turunannya, yang sering kali jadi korban kebijakan yang tidak berpihak. Bahkan, Farhan menyebut adanya permainan mafia yang mengatur kuota, afiliasi, dan kepentingan impor. “Setiap lima tahun, ada siklus kehancuran. Dulu karena krisis, sekarang karena kebijakan. Kami sudah sampai di titik terendah. Tinggal menunggu waktunya satu per satu mati,” tegasnya.

 

Dengan semakin banyaknya pabrik yang tutup, Farhan memperingatkan bahwa fenomena deindustrialisasi akan terjadi. Oleh karena itu, APSyFI berharap agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang berpijak pada kajian yang matang dan mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, bukan hanya kelompok tertentu. “Kami tidak bisa berdiam diri. Industri ini dibangun selama puluhan tahun dan tidak boleh dihancurkan hanya karena kebijakan jangka pendek. Ini bukan hanya urusan bisnis, ini soal kedaulatan industri nasional,” tutupnya.

Sumber: bisnis.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.