Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12%: Apa Dampaknya untuk QRIS dan Konsumen?

Berita Terkini - Diposting pada 21 December 2024 Waktu baca 5 menit

Illustrasi

DIGIVESTASI - Bank Indonesia Respon Rencana PPN 12 Persen pada Transaksi Uang Elektronik, Bank Indonesia (BI) memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, termasuk penerapannya pada transaksi uang elektronik. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menekankan bahwa dampak kenaikan tarif PPN terhadap sistem pembayaran elektronik, termasuk penggunaan QRIS, perlu dilihat secara menyeluruh.

 

Dicky belum memberikan kepastian apakah transaksi QRIS akan dikenai tarif PPN. Ia menjelaskan bahwa BI akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pemerintah untuk merancang mekanisme implementasi kebijakan tersebut.

 

“Kami harus melihatnya secara holistik. Koordinasi lebih lanjut dengan pemerintah akan dilakukan, mengingat masih ada waktu untuk memahami mekanisme dan dampak kebijakan ini,” jelasnya kepada media, usai uji coba QRIS Tap, Jumat (20/12).

 

Lebih lanjut, Dicky menyatakan bahwa kebijakan PPN 12 persen belum resmi diberlakukan sehingga sulit untuk menentukan seberapa besar pengaruhnya terhadap transaksi uang elektronik. “Rasanya ini bukan porsi saya menjawab karena dampaknya lebih ke aspek makro. Semua harus dilihat secara menyeluruh,” tambahnya.

 

PPN 12 Persen dan Layanan Keuangan

Rencana pemberlakuan PPN 12 persen akan dimulai pada 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Secara umum, jasa keuangan termasuk sektor yang dikecualikan dari PPN. Namun, transaksi uang elektronik, seperti e-money dan e-wallet, tetap termasuk objek pajak yang dikenai PPN.

 

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan bahwa pengenaan PPN pada layanan uang elektronik bukanlah hal baru. “Pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah diberlakukan sejak UU PPN Nomor 8 Tahun 1983, sehingga ini bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, seperti dilaporkan Antara, Jumat (20/12).

 

Menurut UU HPP atau UU Nomor 7 Tahun 2021, layanan uang elektronik tidak termasuk dalam kategori bebas PPN. Dengan demikian, saat PPN naik menjadi 12 persen, tarif baru akan berlaku untuk transaksi uang elektronik.

 

Aturan PPN pada Transaksi Uang Elektronik

Ketentuan lebih lanjut tentang penerapan PPN pada layanan teknologi finansial, termasuk uang elektronik, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. PPN dikenakan pada biaya layanan atau komisi yang dibebankan penyelenggara kepada pengguna, seperti biaya registrasi, isi ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan penarikan tunai. Hal ini berlaku untuk layanan uang elektronik maupun dompet elektronik.

 

Namun, nilai uang elektronik, saldo, bonus poin, reward poin, serta transaksi transfer dana murni tidak dikenai PPN.


Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita

Sumber: kumparan.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.