Tetangga RI Kewalahan, Aliran Uang Besar Bisa Mengalir ke Indonesia

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 02 October 2025 Waktu baca 5 menit

Malaysia disebut-sebut sebagai salah satu pusat data terbesar di dunia baru, namun negara tetangga Indonesia itu kini menghadapi sejumlah tantangan.

 

Negara jiran terdampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang membuat AS menekan Malaysia agar melarang China memanfaatkan wilayahnya sebagai jalur belakang untuk mengakses chip AI dari AS.

 

Jika Malaysia kehilangan akses ke China, hal ini berarti negara itu juga berpotensi kehilangan salah satu mitra dagang terbesarnya.

 

Baru-baru ini, Reuters melaporkan bahwa Malaysia telah mengumumkan aturan yang mewajibkan izin untuk aktivitas terkait chip AS, termasuk produk Nvidia. Izin ini mencakup ekspor, pengiriman ulang, dan transit chip berkinerja tinggi.

 

Para ahli memperkirakan pengawasan atas chip akan terus meningkat, karena Malaysia berusaha menyelesaikan kesepakatan perdagangan dengan AS.

 

Departemen Perdagangan AS sebelumnya juga menyatakan kekhawatiran terkait pusat data di luar China, karena dikhawatirkan China bisa membeli chip AI dan melatih modelnya di negaranya untuk kepentingan militer.

 

Malaysia dikenal sebagai salah satu tujuan investasi perusahaan teknologi global, seperti Microsoft, Amazon, Alphabet (induk Google), dan juga sejumlah perusahaan besar asal China, termasuk Tencent, Huawei, dan Alibaba.

 

Daya tarik Malaysia bagi investor antara lain harga tanah yang kompetitif, biaya listrik lebih murah, serta potensi permintaan AI dari pasar lokal.

 

Hingga Desember 2024, Reuters mencatat terdapat 12 pusat data beroperasi di Johor, Malaysia, dengan total kapasitas mencapai 369,9 MW.

 

Menurut Knight Frank, terdapat tambahan 28 pusat data dengan kapasitas total 898,7 MW.

 

Johor juga telah mengamankan investor untuk 42 proyek senilai 164,45 miliar ringgit (Rp 640 triliun) hingga kuartal kedua 2025. Secara keseluruhan, proyek-proyek ini menyumbang 78,6% kapasitas operasional IT global.

 

Di sisi lain, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. / TLKM berencana meningkatkan kontribusi bisnis data center terhadap pendapatan menjadi 10 persen, guna mengurangi ketergantungan terhadap Telkomsel yang saat ini menyumbang sekitar 70 persen total pendapatan Telkom Group. Telkomsel dikendalikan oleh Telkom, dengan Singtel sebagai pemegang saham mayoritas kedua.

 

Direktur Wholesale dan International Services Telkom, Honesti Basyir, menyatakan bahwa pendapatan Telkom dari bisnis data center tumbuh 30 persen per tahun.

 

Ia menjelaskan bahwa Telkom mengoperasikan data center baik di dalam maupun luar negeri, mulai dari data center hyperscale hingga pusat data berskala lebih kecil di puluhan kota di Indonesia.

 

“Pendapatan dari data center tidak hanya berasal dari kapasitas yang digunakan, tetapi juga dari layanan pendukung, termasuk seluruh konektivitas,” ujar Honesti pada Bali Annual Telkom International Conference (Batic) 2025, Rabu (27/8/2025).

 

Dalam data yang dipresentasikan di Batic, Telkom kini memiliki 35 data center di dalam dan luar negeri.

Sumber: cnnindonesia.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.