
Berita Terkini
Purbaya Beri Tenggat 16 Hari untuk Kementerian Selesaikan Anggaran
/index.php
Berita Terkini - Diposting pada 16 June 2025 Waktu baca 5 menit
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sedang mengkaji rencana untuk memperluas secara besar-besaran kebijakan pembatasan perjalanan, dengan mempertimbangkan pelarangan masuk bagi warga dari tambahan 36 negara ke wilayah AS. Informasi ini terungkap melalui dokumen kabel diplomatik internal dari Departemen Luar Negeri AS yang diperoleh Reuters pada Senin (16 Juni 2025).
Sebelumnya, presiden dari Partai Republik tersebut telah menandatangani deklarasi yang melarang warga dari 12 negara masuk ke AS, dengan alasan bahwa kebijakan tersebut diperlukan demi menjaga keamanan nasional dan melindungi negara dari “terorisme asing.” Larangan ini merupakan bagian dari pendekatan keras terhadap imigrasi yang diterapkan oleh Trump sejak awal masa jabatan keduanya. Kebijakan ini mencakup deportasi ratusan warga Venezuela yang dicurigai sebagai anggota geng ke El Salvador, serta upaya menolak pendaftaran mahasiswa asing di universitas-universitas AS dan mendeportasi sebagian lainnya.
Dalam dokumen kabel diplomatik yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Departemen Luar Negeri merinci sekitar selusin kekhawatiran terkait negara-negara yang dipertimbangkan untuk masuk daftar larangan. Dokumen tersebut juga meminta agar dilakukan tindakan perbaikan segera.
"Departemen telah mengidentifikasi 36 negara yang patut diperhatikan, yang bisa direkomendasikan untuk larangan masuk secara penuh atau sebagian apabila tidak memenuhi standar dan persyaratan dalam jangka waktu 60 hari," tulis dokumen tersebut, yang juga dipublikasikan oleh Washington Post.
Beberapa kekhawatiran utama yang disampaikan oleh Departemen Luar Negeri termasuk kurangnya kemampuan atau kemauan pemerintah negara-negara tersebut untuk mengeluarkan dokumen identitas yang kredibel. Kekhawatiran lainnya termasuk lemahnya keamanan paspor yang diterbitkan oleh negara-negara tersebut.
Selain itu, dokumen menyebutkan bahwa sejumlah negara tidak menunjukkan kerja sama dalam menerima kembali warganya yang telah diperintahkan untuk dideportasi dari AS. Ada pula negara-negara yang warganya melebihi batas waktu visa yang diberikan.
Kekhawatiran lainnya mencakup keterlibatan warga dari negara-negara tersebut dalam aksi teror di wilayah AS, serta aktivitas yang bersifat antisemit atau anti-Amerika. Namun, dokumen itu menegaskan bahwa tidak semua kekhawatiran tersebut berlaku untuk setiap negara yang masuk dalam daftar.
Sementara itu, seorang diplomat AS menolak memberikan komentar lebih lanjut, hanya mengatakan bahwa AS secara berkelanjutan meninjau kebijakan perjalanan untuk menjaga keselamatan warga negaranya dan memastikan warga asing menaati hukum AS.
“Departemen Luar Negeri tetap berkomitmen untuk menjaga keamanan nasional dan keselamatan publik dengan menerapkan standar tertinggi dalam proses visa kami,” ujar pejabat tersebut.
Adapun negara-negara yang disebut masuk dalam daftar potensi larangan masuk termasuk Angola, Antigua dan Barbuda, Benin, Bhutan, Burkina Faso, Cabo Verde, Kamboja, Kamerun, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Djibouti, Dominika, Mesir, Gambia, Ghana, Kirgistan, Liberia, Malawi, Mauritania, Niger, Nigeria, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Sao Tome dan Principe, Senegal, Sudan Selatan, Suriah, Tanzania, Tonga, Tuvalu, Uganda, Vanuatu, Zambia, dan Zimbabwe.
Jika kebijakan ini benar-benar diterapkan, maka larangan tersebut akan menjadi perluasan besar dari aturan yang telah diberlakukan sejak awal bulan ini. Negara-negara yang telah terdampak sebelumnya meliputi Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Selain itu, terdapat pula tujuh negara lain yang mengalami pembatasan sebagian, yaitu Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela.
Perlu diingat bahwa pada masa jabatan pertamanya, Presiden Trump sempat menerapkan larangan bagi para pelancong dari tujuh negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Kebijakan tersebut mengalami sejumlah revisi sebelum akhirnya mendapat pengesahan dari Mahkamah Agung pada tahun 2018.
Sumber: cnbcindonesia.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.