Ahli Kritik 'Gunung Utang' Jokowi: Prabowo Wajib Bayar Rp1.353 Triliun di 2025

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 19 August 2024 Waktu baca 5 menit

DIGIVESTASI - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkritik Presiden Joko Widodo atas warisan 'gunung utang' yang akan dibebankan kepada presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto. Peneliti dari Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Ariyo DP Irhamna, mencatat adanya lonjakan signifikan dalam pembayaran bunga utang pemerintah, yang menjadi kenaikan terbesar sejak 2022.

 

"Pembayaran bunga utang kini bahkan melebihi belanja pegawai. Ini peringatan bagi pemerintah, karena pembayaran bunga utang telah melampaui belanja pegawai sejak 2022," ujarnya dalam diskusi publik INDEF yang berlangsung secara virtual pada Minggu (18/8).

 

Ariyo menambahkan bahwa kondisi ini membatasi ruang fiskal bagi pemerintahan baru pada 2025, dan menurutnya, ini menjadi warisan buruk dari kepemimpinan Presiden Jokowi bagi Prabowo. 

Sementara itu, Peneliti dari Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Riza Annisa Pujarama, mengungkapkan bahwa Prabowo akan dihadapkan pada pembayaran utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun di tahun 2025. Dari jumlah tersebut, Rp705,5 triliun berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp94,83 triliun lainnya berupa pinjaman.

 

Jumlah tersebut belum termasuk bunga utang yang mencapai Rp552,85 triliun pada 2025. Jika digabungkan, total utang jatuh tempo dan bunga yang harus dibayar pada tahun pertama pemerintahan Prabowo mencapai Rp1.353,1 triliun. 

 

Riza juga mengingatkan bahwa semakin besar pembiayaan utang, maka bunga utang yang harus dibayar pemerintah akan terus membengkak. Lebih parahnya lagi, RAPBN 2025 juga disusun dengan ketergantungan yang tinggi pada utang. Ia menyoroti defisit APBN yang semakin melebar, dengan target defisit sebesar 2,53 persen atau Rp616,2 triliun dalam APBN 2025.

"Defisit APBN 2024 diperkirakan sebesar 2,29 persen, tetapi dalam outlook 2024 naik menjadi 2,7 persen. Kita masih sangat bergantung pada utang," kritik Riza.

 

Riza juga menyoroti tingginya biaya utang Indonesia di Asia. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia memiliki biaya utang atau cost of borrowing yang sangat tinggi, mencapai 6,7 persen, hanya sedikit lebih rendah dari India yang berada di angka 6,8 persen.

 

Pembayaran utang jatuh tempo pada periode 2026-2029 juga diproyeksikan signifikan, dengan rincian Rp803,19 triliun pada 2026, Rp802,61 triliun pada 2027, Rp719,81 triliun pada 2028, dan Rp632,3 triliun pada 2029, atau di akhir masa jabatan Prabowo Subianto.


Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita

Sumber: cnnindonesia.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

TAG :