Cadangan Devisa RI Tertekan Utang & Tarif Trump 19% - Bagaimana Dampaknya?

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 08 August 2025 Waktu baca 5 menit

Foto: Presiden AS Donald Trump berbicara saat menandatangani perintah eksekutif dan proklamasi di Ruang Oval di Gedung Putih di Washington, D.C., AS, 9 April 2025. (REUTERS/Nathan Howard)

Cadangan devisa Indonesia saat ini berada dalam bayang-bayang tekanan akibat kewajiban pembayaran utang luar negeri serta potensi dampak dari penerapan tarif impor 19% terhadap produk asal Indonesia oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Hingga kini, kebijakan tarif tersebut belum memengaruhi kinerja ekspor, yang merupakan salah satu sumber utama devisa negara. Namun, pemberlakuan tarif mulai 7 Agustus 2025 diperkirakan akan menekan pengiriman barang Indonesia ke pasar Amerika Serikat, mengingat AS adalah tujuan ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok.

 

Data terbaru Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa pada Juli 2025 berada di level US$152,0 miliar, menurun dibanding bulan sebelumnya sebesar US$152,6 miliar. Rekor tertinggi cadangan devisa pernah terjadi pada Maret 2025 dengan nilai US$157,1 miliar, namun kemudian mengalami penurunan. Sejak April 2025, cadangan devisa relatif stabil di kisaran US$152,5 miliar, sebelum kembali turun pada Juli 2025, salah satunya karena digunakan untuk membayar utang luar negeri.

 

Menurut Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, perkembangan ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang diambil BI sebagai respons terhadap ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

 

BI melaporkan total utang luar negeri Indonesia pada Mei 2025 mencapai US$435,6 miliar atau setara Rp7.100,28 triliun (mengacu pada kurs JISDOR BI Rp16.300 per dolar AS di akhir Mei 2025). Angka tersebut naik US$4,05 miliar atau sekitar Rp66 triliun dari bulan sebelumnya. Meski nominal dolar meningkat, jumlah ini menurun ketika dikonversi ke rupiah karena penguatan kurs pada Mei 2025. Secara tahunan (YoY), utang luar negeri tumbuh 6,8%, lebih rendah dibanding April 2025 yang tumbuh 8,2%. Perlambatan ini terjadi karena pertumbuhan utang sektor publik melambat dan utang swasta mengalami kontraksi.

 

Ramdan menambahkan, BI juga melakukan intervensi di pasar keuangan untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah dinamika ekonomi global, khususnya setelah Presiden Trump menetapkan tarif resiprokal terhadap banyak negara menjelang penerapannya. Pada akhir Juli 2025, cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,2 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai jumlah ini cukup untuk menopang ketahanan sektor eksternal dan menjaga stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan.

 

Dengan cadangan devisa sebesar US$152 miliar, BI optimistis dapat mendukung prospek ekspor, menjaga surplus pada neraca transaksi modal dan finansial, serta meningkatkan kepercayaan investor terhadap ekonomi nasional dan imbal hasil investasi di Indonesia. BI juga terus bersinergi dengan pemerintah untuk memperkuat ketahanan eksternal demi stabilitas perekonomian dan pertumbuhan berkelanjutan.

 

Terkait kebijakan tarif Trump 19% yang berlaku mulai 7 Agustus 2025, alasannya adalah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan AS dengan Indonesia, yang selama bertahun-tahun selalu mengalami defisit bagi pihak AS. Data perdagangan 2020 hingga Semester I/2025 dari otoritas statistik AS menunjukkan nilai US$101,7 miliar, di mana defisit AS menjadi surplus bagi Indonesia.

 

Pemerintah dan kalangan dunia usaha mengkhawatirkan turunnya permintaan dari AS akibat tarif tersebut. Surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Semester I/2025 menurut BPS mencapai US$9,9 miliar, sementara data versi AS menunjukkan surplus US$11,7 miliar. Kondisi ini diperkirakan tidak akan bertahan lama pasca penerapan tarif.

 

Kepala Ekonom BCA, David Sumual, membenarkan data BI dan menyebut bahwa pembayaran utang luar negeri serta jatuh temponya Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) bulan lalu menguras porsi besar cadangan devisa. Meski begitu, ia menilai kondisi eksternal masih terjaga karena kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) tetap positif secara year-to-date, mengimbangi arus keluar asing di pasar saham.

 

David memperkirakan cadangan devisa Indonesia pada akhir 2025 akan berada di kisaran US$150–US$155 miliar, dengan asumsi pemerintah menerbitkan obligasi berdenominasi dolar Australia dan yuan Tiongkok, seperti Kangaroo Bonds dan Dimsum Bonds. Selain itu, ia memproyeksikan nilai tukar rupiah akan bergerak di rentang Rp16.300–Rp16.600 per dolar AS.

Sumber: bisnis.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.