Harga Batu Bara Tembus Rekor 3 Bulan! Strategi Dagang AS-China Jadi Pemicu Utama

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 18 June 2025 Waktu baca 5 menit

illustrasi

Harga batu bara semakin menguat dan mencapai titik tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Mengutip data Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa (17 Juni 2025) ditutup di level US$111,5 per ton, naik sebesar 1,83%. Kenaikan ini memperpanjang tren penguatan "emas hitam" selama lima hari berturut-turut, dengan total kenaikan sebesar 5,4%.

 

Kenaikan harga tersebut membawa batu bara ke level tertingginya sejak 11 Maret 2025, yakni US$112 per ton—pencapaian tertinggi dalam lebih dari tiga bulan.

 

Lonjakan harga batu bara ini dipicu oleh berbagai faktor global, termasuk kebijakan energi di Amerika Serikat, Jerman, dan China, serta ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran yang turut memicu sentimen pasar.

 

Jerman diperkirakan akan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara. Hal ini terjadi karena rendahnya kecepatan angin pada kuartal pertama 2025, yang menyebabkan produksi listrik dari energi terbarukan menurun sebesar 17%—penurunan pertama dalam dua tahun terakhir. Sebaliknya, produksi dari bahan bakar fosil mengalami kenaikan yang signifikan.

 

Meskipun total pembangkit listrik dari energi terbarukan menurun, tenaga angin tetap menjadi sumber energi utama dengan pangsa hampir 28%, hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan batu bara yang menyumbang 27%.

 

Sementara itu, pembangkit listrik dari gas menyumbang sekitar 21%, dan tenaga surya menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan peningkatan lebih dari sepertiga, menjadikan kontribusinya mencapai 9,2% dari total bauran energi.

 

Di sisi lain, persetujuan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru di China mengalami kenaikan setelah penurunan pada tahun 2024. Mengutip Reuters, China telah menyetujui proyek pembangkit batu bara dengan kapasitas total 11 gigawatt (GW) pada kuartal pertama 2025, melampaui 10 GW yang disetujui pada paruh pertama tahun sebelumnya.

 

Pada 2024, persetujuan kapasitas pembangkit baru berbasis batu bara di China menurun 41,5% secara tahunan menjadi 62,24 GW—penurunan tahunan pertama sejak 2021. Namun data terbaru menunjukkan bahwa tren saat ini kembali naik. Meskipun tidak semua proyek yang disetujui akan dibangun, meningkatnya jumlah proyek menunjukkan ketergantungan China yang terus berlanjut terhadap batu bara.

 

China menyatakan akan mulai mengurangi konsumsi batu bara selama periode Rencana Lima Tahun 2026–2030, namun sejauh ini belum ada target yang ditetapkan secara konkret oleh Beijing.

 

Tahun 2025 ini merupakan tahun terakhir dari Rencana Lima Tahun 2021–2025, di mana China telah memberikan persetujuan terhadap pembangunan pembangkit batu bara dengan kapasitas mencapai 289 GW—sekitar dua kali lipat dari 145 GW yang disetujui dalam periode 2016–2020.

 

Amerika Serikat Menjauh dari Energi Bersih

Pemerintahan Presiden Donald Trump bersama dengan para legislator negara bagian Wyoming tampaknya mulai kehilangan minat dalam mendukung penelitian dan penerapan teknologi penangkapan karbon skala komersial di pembangkit listrik tenaga batu bara. Padahal, teknologi ini merupakan bagian penting dari strategi energi rendah karbon milik Gubernur Mark Gordon.

 

Pada Mei, Departemen Energi AS membatalkan sekitar US$3,7 miliar dana hibah federal yang sebelumnya dialokasikan untuk mendukung proyek-proyek percontohan energi bersih di seluruh negeri, termasuk proyek penangkapan karbon skala besar senilai US$49 juta di pembangkit Dry Fork Station, Gillette, Wyoming.

 

Masih di bulan yang sama, Komite Gabungan Legislatif Wyoming yang menangani bidang Mineral, Bisnis, dan Pengembangan Ekonomi memutuskan untuk mempertimbangkan pencabutan mandat negara bagian tentang penangkapan karbon batu bara, yaitu House Bill 200 yang berjudul “Standar Energi Rendah Karbon yang Andal dan Dapat Dikirim,” yang disahkan pada tahun 2020.

 

Namun menurut para legislator Wyoming, undang-undang tersebut sejauh ini belum menunjukkan hasil nyata dalam bentuk penerapan teknologi penangkapan karbon di lapangan, meskipun masyarakat Wyoming telah mengeluarkan jutaan dolar guna membiayai studi kelayakan teknis sebagaimana diwajibkan oleh peraturan tersebut.

Sumber: cnbcindonesia.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.