
Berita Terkini
Purbaya Beri Tenggat 16 Hari untuk Kementerian Selesaikan Anggaran
/index.php
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 18 March 2025 Waktu baca 5 menit
Bank sentral di seluruh dunia tengah bersiap menghadapi dampak kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump, yang semakin menekan perekonomian global. Dalam pekan ini, sejumlah bank sentral, termasuk Federal Reserve AS dan Bank Indonesia, dijadwalkan menggelar pertemuan untuk menentukan kebijakan moneter dan suku bunga acuan.
Dalam beberapa bulan terakhir, bank sentral di AS, Inggris, dan Jepang telah mengambil keputusan terkait suku bunga. Namun, dengan diberlakukannya tarif global pada baja dan aluminium serta meningkatnya ketegangan dengan Kanada, China, dan Uni Eropa, tantangan terhadap perdagangan global semakin nyata. Banyak bank sentral diperkirakan akan menahan suku bunga dalam waktu dekat sambil menunggu kepastian dampak kebijakan Trump terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Federal Reserve, misalnya, kemungkinan besar tidak akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan pekan ini, meskipun sentimen pasar memburuk dan kekhawatiran resesi mengguncang Wall Street pekan lalu. Skenario paling mungkin adalah suku bunga tetap di AS, Jepang, Inggris, dan Swedia. Sementara itu, bank sentral di negara lain, seperti Afrika Selatan, Rusia, dan Bank Indonesia, diperkirakan akan mengambil langkah serupa.
Namun, beberapa bank sentral mungkin bertindak lebih cepat dalam merespons risiko mendesak, sambil mengamati dampak kebijakan perdagangan Trump terhadap pasar global. Di Brasil, misalnya, bank sentral diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi yang terus meningkat.
Analis Bloomberg Economics, Anna Wong dan Chris G. Collins, menilai bahwa meskipun kepercayaan konsumen dan dunia usaha menurun, ruang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga terbatas akibat lonjakan ekspektasi inflasi. "Tanpa adanya ‘Trump Put,’ keengganan The Fed untuk menurunkan suku bunga—atau menawarkan ‘Fed Put’ sebagai alternatif—dapat membuat perlambatan ekonomi berkembang menjadi lebih dari sekadar gejolak sementara," ungkap mereka kepada Bloomberg, Selasa (18/3/2025).
Dalam beberapa hari ke depan, para pejabat bank sentral yang mengendalikan separuh dari 10 mata uang paling diperdagangkan di dunia akan menentukan arah kebijakan moneter mereka. Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), Christine Lagarde, menyoroti tantangan besar yang dihadapi pembuat kebijakan global, dengan menegaskan bahwa "tingkat ketidakpastian yang kita hadapi saat ini luar biasa tinggi. Menjaga stabilitas di era baru ini akan menjadi tantangan besar."
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam pertemuan pada Rabu (19/3/2025) untuk menekan tekanan pelemahan rupiah di tengah ketegangan perdagangan global yang meningkat. Namun, jajak pendapat Reuters menunjukkan bahwa BI kemungkinan akan memangkas suku bunga dalam kuartal mendatang guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Survei Reuters terhadap 31 ekonom menunjukkan bahwa 19 di antaranya memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75%, sementara 12 ekonom lainnya memperkirakan pemangkasan 25 basis poin. Suku bunga fasilitas simpanan dan pinjaman juga diperkirakan tetap di 5,00% dan 6,50%.
Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya menyatakan pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan rupiah yang telah melemah sekitar 2% sepanjang tahun ini, BI kemungkinan akan tetap memprioritaskan stabilitas nilai tukar.
Sanjay Mathur, Kepala Ekonom ANZ untuk Asia Tenggara dan India, menilai bahwa kondisi saat ini belum mendukung pemangkasan suku bunga. "Rupiah kembali mengalami tekanan. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, kami memperkirakan BI akan menunda pemangkasan suku bunga hingga kondisi lebih stabil," ujarnya.
Survei menunjukkan bahwa median perkiraan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,50% pada kuartal mendatang, meskipun tidak ada konsensus yang jelas di kalangan ekonom. Dengan meningkatnya risiko inflasi di AS akibat kebijakan tarif Trump, Federal Reserve diperkirakan akan menahan suku bunga lebih lama. Hal ini dapat memaksa BI untuk tetap memprioritaskan stabilitas rupiah guna menghindari risiko arus keluar modal dari pasar negara berkembang.
Sementara itu, Bank of Japan (BOJ) diperkirakan tidak akan mengubah kebijakan suku bunganya dalam pertemuan pekan ini. Fokus utama adalah apakah pelemahan yen, inflasi tinggi, dan pertumbuhan upah yang kuat dapat mendorong kenaikan suku bunga pada Mei.
Di China, People’s Bank of China (PBOC) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pinjaman utama guna mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan konsumsi dan pendapatan masyarakat. Bank of England juga diperkirakan akan mempertahankan suku bunga di level 4,5% meskipun data terbaru menunjukkan kontraksi ekonomi.
Sumber: bisnis.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.