
Berita Terkini
Purbaya Beri Tenggat 16 Hari untuk Kementerian Selesaikan Anggaran
/index.php
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 01 August 2025 Waktu baca 5 menit
Nilai tukar sebagian besar mata uang utama di kawasan Asia mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan hari Jumat, 1 Agustus 2025.
Mengutip data dari Refinitiv, hingga pukul 09.25 WIB pada Jumat pagi ini, hanya dong Vietnam yang tercatat tidak mengalami perubahan terhadap dolar AS alias stagnan. Sementara itu, hampir seluruh mata uang Asia lainnya mencatatkan pelemahan, mencerminkan tekanan signifikan terhadap mata uang regional.
Won Korea Selatan menjadi yang paling melemah, dengan depresiasi sebesar 0,47% terhadap dolar AS. Disusul oleh dolar Taiwan dan ringgit Malaysia yang masing-masing melemah 0,43% dan 0,40%. Rupiah Indonesia turut terkena dampak negatif, melemah 0,30%, sehingga tercatat sebagai salah satu mata uang dengan performa terlemah di kawasan Asia.
Selain itu, peso Filipina dan baht Thailand turut melemah masing-masing sebesar 0,32% dan 0,18%. Adapun yuan Tiongkok dan rupee India mencatatkan penurunan nilai yang relatif lebih ringan, yakni 0,11% dan 0,08%.
Di sisi lain, mata uang riel Kamboja tercatat mengalami depresiasi paling kecil, yakni 0,05%, sedangkan yen Jepang dan dolar Singapura sama-sama turun 0,03% terhadap dolar AS.
Kenaikan nilai dolar AS yang telah terjadi selama enam hari berturut-turut menjadi penyebab utama terjadinya tekanan terhadap mata uang-mata uang di kawasan Asia.
Indeks dolar AS (DXY) ditutup naik sebesar 0,15% pada level 99,96 pada Kamis (31 Juli 2025), dan kembali menguat hingga menembus angka 100 pada hari ini, yang merupakan level tertinggi sejak akhir Mei 2025. Kenaikan ini menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap dolar AS sebagai aset pilihan.
Salah satu pendorong utama dari penguatan dolar ini adalah langkah kebijakan agresif dari Presiden AS Donald Trump yang kembali memperkeruh tensi perdagangan global. Trump mengumumkan penerapan tarif global sebesar 10% serta memberlakukan bea masuk balasan hingga 41% bagi negara-negara yang tidak menjalin kesepakatan dagang resmi dengan AS.
Tidak hanya itu, Trump juga menetapkan tarif sebesar 40% untuk produk-produk yang dianggap melakukan transshipment, yakni pengalihan rute barang guna menghindari bea masuk yang telah berlaku.
Kebijakan-kebijakan ini langsung memicu kekhawatiran pasar akan potensi meningkatnya eskalasi perang dagang global, yang mendorong investor beralih ke dolar AS sebagai aset safe haven.
Sumber: cnbcindonesia.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.