Trump Turunkan Tarif Impor Vietnam Jadi 20%! RI Terancam Kalah Saing?

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 04 July 2025 Waktu baca 5 menit

Foto: Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato tentang tarif di Rose Garden di Gedung Putih di Washington, D.C., AS, 2 April 2025. (REUTERS/Carlos Barria)

Amerika Serikat telah mengumumkan sebuah kesepakatan perdagangan baru dengan Vietnam yang secara signifikan menurunkan tarif impor menjadi 20%, lebih rendah dari tarif yang sebelumnya direncanakan. Langkah ini bertujuan untuk meredakan ketegangan menjelang pemberlakuan kebijakan tarif besar-besaran yang dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli mendatang.


Presiden Donald Trump menyampaikan pada hari Rabu (2 Juli 2025) waktu setempat bahwa kesepakatan tersebut merupakan hasil dari dialog langsung antara dirinya dan pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam.

 

"Dengan bangga saya umumkan bahwa saya baru saja menyepakati perjanjian dagang dengan Republik Sosialis Vietnam," tulis Trump melalui akun Truth Social miliknya.

 

Trump menjelaskan bahwa barang ekspor dari Vietnam kini akan dikenai tarif sebesar 20%, jauh lebih rendah dibandingkan tarif 46% yang diumumkan pada April lalu. Namun, produk yang dikirim ulang dari negara ketiga seperti China melalui Vietnam tetap akan dikenakan tarif tinggi sebesar 40%.

 

Selain itu, Trump juga menyebut bahwa Vietnam akan mengimpor produk asal Amerika Serikat tanpa bea masuk alias tarif 0%.

 

Di sisi lain, pernyataan resmi dari pemerintah Vietnam mengonfirmasi bahwa telah dicapai sebuah kerangka kerja bersama dalam perdagangan dengan AS, meskipun tidak menyebutkan secara rinci persentase tarif seperti yang diungkapkan oleh Trump.

 

Pemerintah Hanoi menyatakan akan memberikan akses pasar yang lebih luas dan menguntungkan bagi produk AS, termasuk kendaraan bermesin besar.

 

Kesepakatan ini diumumkan hanya beberapa hari sebelum batas waktu 9 Juli, saat Trump berencana menaikkan tarif atas sebagian besar barang dari negara-negara mitra dagang utama AS jika perjanjian bilateral belum berhasil diselesaikan. Kebijakan tarif ini menjadi ciri khas ekonomi Trump yang kerap menimbulkan dampak global dan kontroversi.

 

Sejak Trump memberlakukan tarif terhadap barang asal China senilai ratusan miliar dolar pada masa jabatan pertamanya (2017–2021), volume perdagangan antara AS dan Vietnam meningkat secara tajam.

 

Data Biro Sensus AS menunjukkan bahwa ekspor Vietnam ke AS hampir tiga kali lipat, dari di bawah US$50 miliar pada 2018 menjadi sekitar US$137 miliar pada 2024. Sebaliknya, ekspor AS ke Vietnam hanya meningkat sekitar 30% selama periode yang sama.

 

Peningkatan ini sebagian besar dipicu oleh perusahaan-perusahaan AS yang mencari jalur alternatif guna menghindari tarif tinggi terhadap barang asal China. Banyak dari mereka memindahkan tahap akhir produksi ke Vietnam sebelum mengirimkannya ke AS—strategi ini dikenal sebagai transshipment.

 

"Transshipment merupakan istilah yang kabur dan sering kali menjadi bahan politisasi dalam penegakan hukum perdagangan. Bagaimana istilah ini didefinisikan dan diterapkan akan sangat menentukan arah masa depan hubungan dagang antara AS dan Vietnam," ujar Dan Martin, penasihat bisnis dari Dezan Shira & Associates, dalam pernyataan yang dikutip oleh Reuters.

 

Perjanjian dagang ini menjadi dorongan politik penting bagi Trump, yang tengah berusaha menyelesaikan kesepakatan serupa dengan lebih dari selusin negara sebelum tarif baru mulai diberlakukan.

 

Namun, hingga saat ini, kesepakatan dengan negara-negara lain seperti Inggris, India, dan China masih bersifat terbatas dan belum menyentuh akar masalah. Bahkan negosiasi dengan Jepang dikabarkan mengalami jalan buntu.

 

Pembicaraan dengan Indonesia, yang terkena ancaman tarif sebesar 32%, juga belum menemui titik temu.

 

Lembaga kajian CSIS mengungkapkan bahwa rencana tarif Trump sebesar 46% sebelumnya sempat menimbulkan kekhawatiran di Hanoi karena dianggap dapat melemahkan daya saing Vietnam dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Selain itu, langkah tersebut dinilai berpotensi merusak kepercayaan dan kemitraan keamanan antara kedua negara.

 

"Jika Trump memutuskan untuk tetap memberlakukan tarif sebesar 46%, maka hal itu akan menjadi pukulan berat bagi posisi kompetitif Vietnam, khususnya di kawasan Asia Tenggara," kata Murray Hiebert, peneliti senior di Program Asia Tenggara CSIS.

 

"Ini bisa mengikis kepercayaan Vietnam terhadap Amerika Serikat dan membuat mereka mempertimbangkan ulang kerja sama keamanan dengan Washington, terutama di tengah meningkatnya fokus China dari Vietnam ke Filipina di wilayah Laut China Selatan."

Sumber: cnbcindonesia.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.