Pasar Saham AS Anjlok Rp 65.200 T Akibat Kebijakan Tarif Trump

Saham News - Diposting pada 12 March 2025 Waktu baca 5 menit

From tariffs to takeovers, Donald Trump keeps threatening Canada. Photo: Reuters / Carlos Barria

Kebijakan Tarif Impor Trump Memicu Kepanikan di Pasar Saham, S&P 500 Kehilangan US$ 4 Triliun

Rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menerapkan tarif impor memicu kepanikan di kalangan investor, menyebabkan aksi jual besar-besaran di pasar saham. Akibatnya, indeks S&P 500 kehilangan US$ 4 triliun atau sekitar Rp 65.200 triliun (kurs Rp 16.300) sepanjang bulan lalu.

 

Langkah ini dianggap meningkatkan ketidakpastian bagi dunia usaha, konsumen, serta investor. Trump telah menerapkan tarif tinggi terhadap beberapa negara, termasuk Kanada, Meksiko, dan China, yang semakin memperburuk kekhawatiran pasar.

 

Indeks S&P 500 dan Nasdaq Anjlok Tajam

Aksi jual di pasar saham semakin dalam pada Senin (10/3/2025). Indeks acuan S&P 500 turun 2,7%, menjadikannya penurunan harian terbesar sepanjang tahun ini. Sementara itu, Nasdaq Composite merosot hingga 4%, mencatat penurunan harian terdalam sejak September 2022.

 

Pada penutupan perdagangan hari Senin, S&P 500 telah turun 8,6% dari rekor tertingginya pada 19 Februari, yang setara dengan kerugian US$ 4 triliun. Nasdaq, yang didominasi oleh saham teknologi, telah kehilangan lebih dari 10% dari puncaknya pada Desember 2024.

 

Presiden Trump hingga kini masih enggan memprediksi apakah kebijakan perdagangannya dapat menyebabkan resesi di AS, meskipun kekhawatiran investor semakin meningkat.

"Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang tarif dengan Kanada, Meksiko, dan Eropa telah membuat banyak perusahaan mempertimbangkan kembali rencana bisnis mereka," ujar Peter Orszag, CEO Lazard, dikutip dari Reuters pada Selasa (11/4/2025).

"Ketegangan dengan China bisa dimengerti, tetapi kebijakan terhadap Kanada, Meksiko, dan Eropa membingungkan. Jika tidak segera diselesaikan dalam waktu dekat, ini dapat merusak prospek ekonomi AS," tambahnya.

 

Dampak Besar pada Perusahaan dan Aset Berisiko

Kondisi ekonomi yang tidak menentu juga mempengaruhi perusahaan besar. Delta Air Lines pada Senin mengumumkan pemangkasan estimasi laba kuartal pertamanya hingga 50%, yang menyebabkan sahamnya turun 14% dalam perdagangan purnajual. CEO Delta Ed Bastian menyebut ketidakpastian ekonomi AS sebagai penyebab utama anjloknya performa perusahaan.

 

Di sisi lain, investor juga menyoroti apakah RUU pendanaan akan disetujui untuk mencegah shutdown sebagian pemerintah federal. Sementara itu, laporan inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu (12/3/2025) menjadi faktor yang terus diawasi pasar.

"Pemerintahan Trump tampaknya tidak terlalu khawatir dengan penurunan pasar saham, bahkan mereka mungkin siap menghadapi resesi demi mencapai tujuan ekonomi yang lebih besar," ujar Ross Mayfield, ahli strategi investasi di Baird.

 

S&P 500 sebelumnya mencatat keuntungan berturut-turut lebih dari 20% pada 2023 dan 2024, yang didorong oleh saham teknologi besar seperti Nvidia dan Tesla. Namun, pada perdagangan Senin, sektor teknologi S&P 500 anjlok 4,3%.

 

Saham Apple dan Nvidia masing-masing turun sekitar 5%, sementara Tesla milik Elon Musk terjun bebas 15%, menghilangkan US$ 125 miliar dari valuasinya. Aset berisiko lainnya juga terkena dampak, dengan Bitcoin turun 5%.


Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita

Sumber: detik.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.