5 Negara dengan Kasus Penipuan Online Tertinggi di Dunia, 2 Berasal dari Asia!

Berita Terkini - Diposting pada 30 October 2025 Waktu baca 5 menit

Penipuan daring (online scams) tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap layanan digital, melemahkan stabilitas ekonomi, serta mendorong tindakan lintas negara oleh aparat penegak hukum.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kasus dan total kerugian yang dilaporkan terus meningkat, mencakup beragam modus — mulai dari phishing dan manipulasi sosial, hingga investasi kripto palsu, penipuan e-commerce, serta pengalihan rekening pembayaran (invoice redirection).

 

Kategori “paling tinggi” dari suatu negara dapat diukur melalui beberapa indikator: banyaknya laporan korban (absolute complaints), besaran kerugian rata-rata per individu, atau peran wilayah tersebut sebagai pusat operasi sindikat penipuan.

 

Berikut lima negara yang secara konsisten disebut dalam laporan internasional sebagai yang paling terpengaruh atau paling sering dikaitkan dengan aktivitas penipuan online: Amerika Serikat, Inggris, Nigeria, India, dan Tiongkok. Uraian berikut menjelaskan alasan posisi mereka, jenis penipuan dominan, serta dampak bagi korban dan aparat penegak hukum.

 

1. Amerika Serikat

Amerika Serikat menjadi negara paling menonjol berdasarkan banyaknya laporan ke pusat pengaduan internasional (IC3/FBI) dan total nilai kerugian.

 

Data tahunan FBI/IC3 mencatat ratusan ribu laporan dari AS setiap tahun, dengan jenis kasus utama meliputi investasi palsu (termasuk kripto), business email compromise (BEC), phishing, dan penipuan dukungan teknis (tech-support scams).

 

Selain jumlah laporan yang besar, kerugian per korban di AS juga tinggi karena meluasnya penggunaan layanan finansial digital, tingginya transaksi e-commerce, dan nilai tabungan rata-rata yang besar dibanding banyak negara lain.

 

Dampaknya meluas, tidak hanya ke individu tetapi juga ke perusahaan dan lembaga pemerintah, sehingga mendorong kerja sama global untuk menindak pelaku.

 

Dengan ekonomi yang besar, AS dianggap target yang “menjanjikan” bagi pelaku, dan banyak korban kehilangan tabungan besar akibat investasi palsu yang dikemas dengan sangat profesional.

 

2. Inggris

Inggris juga kerap menempati posisi atas dalam hal jumlah laporan dan kompleksitas modus penipuan. Data otoritas dan pihak ketiga menunjukkan warga Inggris menjadi sasaran utama phishing, pengalihan pembayaran (invoice fraud) B2B, penipuan asmara (romance scams), dan investasi palsu yang memanfaatkan platform pembayaran cepat serta open banking.

 

Tingkat adopsi teknologi finansial yang tinggi di Inggris memungkinkan penipu memanfaatkan sistem pembayaran instan dan infrastruktur bank digital untuk memindahkan dana secara cepat — membuat proses pelacakan dan pemulihan dana sulit dilakukan meskipun kasus segera dilaporkan.

 

Pemerintah dan regulator rutin merilis peringatan serta data statistik akibat lonjakan signifikan dalam berbagai kategori penipuan. Kenaikan laporan dapat berarti peningkatan korban atau membaiknya sistem pelaporan.

 

Singkatnya, masyarakat Inggris menghadapi kombinasi jumlah laporan tinggi dan modus yang semakin canggih.

 

3. Nigeria

Jika fokus diarahkan pada lokasi asal operasi penipuan lintas negara, Nigeria (bersama beberapa negara Afrika lain) sering disebut sebagai pusat kegiatan penipuan online terorganisir — terutama jenis romance scam dan skema advance-fee/419 yang kini berkembang menjadi model baru seperti job scam, penipuan e-commerce, dan perekrutan money mule.

 

Berbagai operasi lintas-negara oleh Interpol dan Afripol menemukan bahwa kelompok kriminal terorganisir dari wilayah Afrika Barat memainkan peran penting dalam jaringan penipuan global, dengan ribuan korban dan kerugian mencapai ratusan juta dolar.

 

Meskipun banyak operasi berasal dari wilayah tersebut, sebagian besar korban berasal dari negara maju, sehingga dampak kerugian bersifat global.

 

Ratusan pelaku telah ditangkap melalui operasi terkoordinasi, namun skalanya tetap besar karena pelaku terus beradaptasi dengan teknologi dan memanfaatkan platform komunikasi terenkripsi.

 

4. India

India menempati posisi tinggi karena dua faktor utama: jumlah pengguna digital yang sangat besar dan pesatnya digitalisasi sektor keuangan yang menciptakan peluang besar bagi penipu lokal maupun asing.

 

Laporan kepolisian dan media setempat menunjukkan peningkatan tajam kasus investasi palsu, penipuan OTP, panggilan palsu, call center scam, dan e-commerce fraud dengan kerugian miliaran rupee di beberapa wilayah.

 

Fenomena rekayasa sosial melalui WhatsApp, permintaan OTP palsu, hingga aplikasi investasi bodong menyasar berbagai kalangan usia, termasuk lansia.

 

Pemerintah India terus melakukan kampanye literasi digital dan memperkuat sistem pelaporan, namun skala populasi dan variasi modus membuat angka penipuan tetap tinggi.

 

India umumnya tercatat sebagai negara dengan banyak korban domestik akibat masifnya penetrasi internet dan cepatnya adopsi layanan digital.

 

5. Tiongkok

Tiongkok sering muncul dalam laporan sebagai negara dengan tingkat tinggi penipuan domestik sekaligus sumber beberapa operasi lintas-negara.

 

Di tingkat domestik, banyak kasus mencakup penipuan e-commerce, live-streaming, dan investasi palsu di platform besar.

 

Secara global, ada jaringan yang menargetkan korban luar negeri melalui modus penipuan kerja, investasi, hingga pengalihan dana.

 

Kerumitannya meningkat karena perbedaan regulasi dan keterbatasan akses data lintas negara, sehingga sulit untuk mengukur skala sebenarnya. Namun berbagai lembaga keamanan dan intelijen siber menempatkan Tiongkok dalam daftar utama negara terkait kerugian besar akibat penipuan.

 

Perlu ditekankan bahwa tidak semua aktivitas ilegal melibatkan pemerintah atau masyarakat umum; sebagian besar dilakukan oleh kelompok kriminal terorganisir yang memanfaatkan luasnya pasar digital.

 

Data dan peringkat negara hanya memberikan gambaran makro mengenai pusat masalah, namun bagi individu pesan utamanya tetap: selalu waspada terhadap manipulasi sosial, jangan pernah membagikan OTP atau data pribadi, verifikasi alamat situs dan identitas penjual, gunakan autentikasi dua faktor, dan segera laporkan setiap indikasi penipuan ke pihak berwenang.

 

Laporan FBI/IC3 dan studi industri juga menegaskan bahwa pencegahan, edukasi publik, serta kerja sama internasional adalah kunci utama mengurangi kerugian — karena pelaku terus memanfaatkan teknologi baru, sementara korban sering terjebak bukan karena kelemahan teknis, tetapi karena manipulasi kepercayaan (trust engineering).

Sumber: sindonews.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.