Saham News
Bagaimana Nasib BREN dan CUAN Jika Terbukti Manipulasi Pasar?
Berita Terkini - Diposting pada 19 September 2024 Waktu baca 5 menit
DIGIVESTASI - Kontroversi terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) kembali mencuat, terutama setelah pemerintah mengumumkan rencana kenaikan tarif dari 2,2% menjadi 2,4% pada tahun 2025. Kebijakan ini sejalan dengan peningkatan tarif PPN umum dari 11% menjadi 12%, namun menuai kritik dari berbagai pihak.
Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan prinsip keadilan. "Penerapan PPN KMS perlu dievaluasi secara mendalam agar lebih adil dan efektif," ujarnya, Kamis (19/9/2024).
Salah satu alasan pemerintah menerapkan PPN KMS adalah untuk menciptakan kesetaraan antara mereka yang membangun rumah sendiri dan menggunakan jasa kontraktor. Namun, kebijakan ini dikhawatirkan akan membebani masyarakat menengah ke bawah, terutama mereka yang membangun rumah sendiri karena keterbatasan anggaran.
Kriteria luas bangunan minimal 200 meter persegi yang dikenakan pajak mungkin dianggap mewah, tetapi di banyak wilayah, termasuk pedesaan, ukuran tersebut bisa menjadi kebutuhan dasar, bukan kemewahan. Banyak keluarga besar atau yang memiliki kebutuhan khusus memerlukan rumah lebih luas, sehingga kebijakan ini dirasa tidak tepat sasaran.
Achmad menyarankan agar pemerintah menyesuaikan kebijakan dengan lebih fokus pada rumah-rumah mewah berdasarkan nilai properti, bukan sekadar luas bangunan. "Penetapan pajak berdasarkan nilai rumah atau properti akan lebih adil, karena menyasar kelompok masyarakat yang memang mampu secara finansial," jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya pembenahan sektor properti secara menyeluruh, mengingat harga properti yang terus naik telah menyulitkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah. Menurutnya, alih-alih meningkatkan pajak pada masyarakat yang membangun rumah sendiri, pemerintah sebaiknya mendorong pembangunan perumahan rakyat dan memperbanyak stok rumah bersubsidi.
Achmad juga menyarankan agar pemerintah memaksimalkan penerimaan dari instrumen pajak properti lain, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), yang dapat lebih efektif menyasar masyarakat kaya tanpa membebani mereka yang sedang membangun rumah pertama.
Kebijakan PPN KMS dinilai berisiko memberatkan masyarakat kelas menengah dan bawah, sehingga pemerintah perlu meninjau kembali penerapannya untuk memastikan keadilan dan efektivitas. "Dengan kebijakan yang lebih terfokus dan program perumahan yang diperluas, pemerintah dapat menciptakan keadilan pajak tanpa membebani masyarakat yang sedang berjuang memiliki hunian yang layak," pungkas Achmad.
Sumber: pasardana.id
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Oct 2024
Visitor Today
Online Visitor Today
Total Visitor