
Bisnis | Ekonomi
5 Program Quick Wins Purbaya untuk Kejar Setoran Negara 2025
/index.php
Berita Terkini - Diposting pada 26 September 2025 Waktu baca 5 menit
Program unggulan Presiden Prabowo Subianto, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), tengah menjadi perhatian publik setelah hampir 6.000 pelajar di berbagai provinsi dilaporkan mengalami keracunan.
Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN) per 17 September 2025, terdapat 46 kasus dengan 5.080 korban. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 60 kasus dengan 5.207 korban hingga 16 September 2025, sementara BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 korban per 10 September 2025. Di sisi lain, CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives) menyebutkan total 5.626 kasus keracunan makanan terkait MBG di 17 provinsi.
Salah satu kasus besar yang menyita perhatian terjadi di Kabupaten Bandung Barat (KBB), ketika ratusan siswa dari Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas terpapar keracunan hampir bersamaan. Di Cipongkor, korban berasal dari SMK Karya Perjuangan, MI, MTS, dan MA Syarif Hidayatullah. Sementara itu, puluhan pelajar SMKN 1 Cihampelas juga harus dilarikan ke Puskesmas setelah mengalami gejala serupa. Hingga kini, total kasus di Cipongkor saja sudah mencapai 631 siswa, hasil dari dua kejadian pada 22 dan 24 September 2025.
Kasus terbaru bersumber dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kampung Pasirsaji, Desa Negalsari, Cipongkor, dengan 220 siswa menjadi korban dalam rentang waktu pukul 11.30–13.00 WIB.
“Saat ini mungkin sudah sekitar 220 orang datang, dan jumlahnya terus bertambah,” jelas Yuyun Sarihotimah, Kepala Puskesmas Cipongkor, Rabu (24/9/2025).
Pada insiden pertama, Senin 22 September 2025, jumlah korban mencapai 411 orang, sebagian sudah dipulangkan dan sisanya masih dirawat. Dari total korban, 47 dirawat inap, sementara 364 menjalani rawat jalan. Gejala yang muncul bervariasi: 288 mual, 109 muntah, 159 pusing, 36 diare, 45 sakit kepala, 78 lemas, 100 sesak napas, 52 demam, 112 sakit perut, dan 2 mengalami kejang.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan MBG setelah banyaknya kasus keracunan. Ia berencana mengundang Kepala MBG di Jawa Barat untuk membahas evaluasi secara terbuka.
“Minggu depan saya akan memanggil kepala MBG di Jawa Barat untuk evaluasi menyeluruh, agar kasus keracunan siswa tidak berulang lagi,” ujar Dedi di Bandung, Selasa (23/9/2025).
Meski begitu, ia belum memastikan apakah dapur MBG akan dihentikan sementara atau tetap beroperasi.
“Kami akan membicarakan hal ini bersama penyelenggara, apakah mereka masih bisa melanjutkan atau perlu evaluasi mendalam,” tambahnya.
Wamen Sesneg Juri Ardiantoro menegaskan bahwa MBG tidak akan dihentikan meski muncul desakan untuk evaluasi total pascakeracunan di Bandung Barat.
“Ada yang minta dihentikan, ada juga yang mengusulkan tetap berjalan sambil diperbaiki. Pemerintah memilih melanjutkan program dengan perbaikan,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Rabu (25/9/2025).
Menurut Juri, Presiden Prabowo telah memberi instruksi agar pengawasan diperketat dan mitigasi risiko ditingkatkan. Ia memastikan koordinasi intensif telah dilakukan dengan para menteri terkait dan pimpinan BGN, demi menjaga keselamatan penerima manfaat sekaligus memastikan program strategis nasional ini tetap bermanfaat bagi anak-anak Indonesia.
Kepala BGN Dadan Hindayana meninjau langsung posko penanganan keracunan MBG di Cipongkor. Ia menilai ada kesalahan teknis pada dapur SPPG yang memasak terlalu dini, sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum dikirim.
“Hasil awal menunjukkan dapur memasak terlalu cepat. Kami sudah minta agar mulai memasak di atas pukul 01.30, sehingga jeda dengan distribusi tidak lebih dari 4 jam,” jelasnya.
Dadan juga menekankan pentingnya pola distribusi dan pembatasan jumlah sekolah bagi SPPG baru agar lebih terkendali. Ia menyinggung kasus serupa di Banggai, Sulawesi Tengah, yang terjadi setelah pergantian pemasok bahan baku secara mendadak.
Sementara itu, CISDI mendesak pemerintah segera memberlakukan moratorium program MBG. Menurut Diah Saminarsih, pendiri dan CEO CISDI, ribuan kasus keracunan ini hanya puncak gunung es, karena pemerintah belum memiliki sistem pelaporan publik yang transparan. Ia menilai target pemerintah menjangkau 82,9 juta penerima manfaat pada 2025 membuat program ini dijalankan tergesa-gesa, sehingga tata kelola makanan dan distribusinya kurang terjamin.
Selain beban kesehatan, keracunan massal menambah beban biaya bagi pemerintah daerah, terlebih karena transfer anggaran ke daerah turun 24,7%, dari Rp864,1 triliun di APBN 2025 menjadi Rp650 triliun dalam RAPBN 2026. Diah juga menyoroti penggunaan pangan ultra-proses dan susu bergula tinggi dalam menu MBG, yang justru berisiko menyebabkan obesitas pada anak-anak, berlawanan dengan tujuan awal program.
Sumber: bloombergtechnoz.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.