Kebijakan BBM Bahlil Tuai Kontroversi, Pertamina & Swasta Paling Dirugikan!

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 26 September 2025 Waktu baca 5 menit

Kebijakan perubahan masa berlaku izin impor BBM menjadi setiap 6 bulan serta arahan agar operator SPBU swasta membeli pasokan dari PT Pertamina (Persero) dinilai menimbulkan kerugian, bukan hanya bagi badan usaha (BU) swasta, tetapi juga bagi Pertamina.

 

Menurut Fahmy Radhi, ekonom energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ini justru menambah beban Pertamina karena harus menanggung impor BBM yang kemudian dijual ke SPBU swasta.

 

Fahmy menegaskan, instruksi Bahlil agar Pertamina menjual BBM tersebut dengan margin keuntungan tipis menekan keuangan BUMN tersebut. Terlebih lagi, Pertamina harus menanggung biaya distribusi serta harga BBM yang lebih mahal karena pembelian dilakukan secara mendadak.

“Menurut saya, kebijakan Bahlil ini merupakan blunder. Misalnya, kenapa sampai terjadi kelangkaan? Itu, saya kira, by design,” ujar Fahmy.

 

Bagi operator SPBU swasta, harga BBM yang diperoleh dari Pertamina diperkirakan lebih tinggi dibanding harga impor langsung. Situasi ini diprediksi mengikis margin keuntungan mereka, dan jika berlangsung lama, ada kemungkinan SPBU swasta akan hengkang dari Indonesia.

 

Fahmy menambahkan:

  • Jika biaya operasional naik, margin SPBU swasta otomatis tergerus.

  • Bila kerugian terus berlanjut, perusahaan tidak akan mampu bertahan dalam jangka panjang.

  • Akibatnya, potensi keluar dari pasar Indonesia menjadi nyata.

 

Lebih jauh, Fahmy memperingatkan bahwa keluarnya BU swasta dari bisnis hilir migas dapat memberi sinyal buruk bagi iklim investasi nasional, sehingga membuat investor asing lebih berhati-hati menanamkan modal.

 

Dugaan Desain Kelangkaan

Fahmy bahkan menuding kelangkaan BBM di SPBU swasta sengaja diciptakan pemerintah demi mengatur ulang impor BBM Indonesia agar seluruhnya bergantung pada pasokan dari Amerika Serikat (AS).

 

Menurutnya, perubahan izin impor dari tahunan menjadi per enam bulan sengaja dilakukan agar swasta kesulitan menyiapkan impor lanjutan. Hal ini menimbulkan kelangkaan, dan akhirnya SPBU swasta dipaksa membeli BBM dari Pertamina, yang diprediksi bersumber dari AS sesuai kesepakatan tarif timbal balik dengan Presiden Donald Trump.

“Ada kepentingan ekonomi lebih besar yang dikorbankan, yaitu monopoli Pertamina sekaligus pemenuhan target kesepakatan dengan AS. Sayangnya, dampaknya ke sektor lain tidak diperhitungkan,” jelas Fahmy.

 

Pandangan Lain

Ekonom energi dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, menilai kekosongan stok BBM di SPBU swasta kemungkinan terkait rencana pemerintah menghentikan impor dari Singapura dan mengalihkan ke AS.

 

Menurut Yayan:

  • Pemerintah sedang melakukan due diligence terhadap kebijakan impor migas, termasuk BBM, agar tidak membebani fiskal.

  • Ada rencana realokasi impor minyak mentah dan BBM dari Singapura ke AS seiring kesepakatan tarif dengan Donald Trump.

  • Oleh karena itu, izin impor kini diberikan dengan lebih hati-hati, salah satunya dengan mempersingkat durasi dari setahun menjadi enam bulan.

 

Yayan menambahkan bahwa impor dari Singaporean Hub (seperti BP-AKR dan Vivo) kemungkinan akan digeser ke US Hub akibat adanya Trump Deal.

 

Langkah Pertamina & Pemerintah

Rencana pemerintah menghentikan impor BBM dari Singapura dan mengalihkan ke AS sebelumnya pernah diungkap langsung oleh Bahlil pada Mei 2025. Pengalihan ini juga bagian dari negosiasi untuk menghindari tarif resiprokal dari AS, dengan target implementasi dalam enam bulan.

 

Sementara itu, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) memastikan kargo BBM mentah (base fuel) untuk pasokan SPBU swasta telah tiba di Jakarta pada Rabu (24/9/2025). Namun, sebagian BU swasta masih perlu berkoordinasi dengan kantor pusat sebelum menyerahkan kebutuhan kuota tambahan.

 

Pertamina Patra Niaga menyebut seluruh BU swasta telah berkomitmen untuk segera mengajukan tambahan kuota. Bahkan pekan lalu, Bahlil menyatakan bahwa pengelola SPBU swasta sudah sepakat membeli bensin dari Pertamina guna mengisi kekosongan stok.

 

Nantinya, Pertamina akan melakukan impor untuk menutup kekurangan pasokan di jaringan SPBU swasta. Bahlil menegaskan, BBM yang dibeli akan berupa base fuel murni, sedangkan penambahan aditif menjadi tanggung jawab masing-masing perusahaan.

“Pasokan Pertamina yang ada sekarang sudah dicampur, sehingga kemungkinan besar impor berikutnya adalah impor baru,” ujar Bahlil (19/9/2025).

 

Menurutnya, asal negara pemasok tidak terlalu penting. Hal yang utama adalah BBM tersedia dalam waktu tujuh hari di SPBU swasta.

 

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki kuota impor sekitar 34% atau 7,52 juta kiloliter hingga akhir tahun. Jumlah ini dianggap cukup untuk memenuhi tambahan pasokan SPBU swasta sebesar 571.748 kiloliter sampai Desember 2025.

Sumber: bloombergtechnoz.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.