Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sejarah baru dengan mencatatkan 68 perusahaan dalam Initial Public Offering (IPO) senilai Rp 49,60 triliun, mengalahkan rekor sebelumnya pada 1990 yang hanya 66 pencatatan saham perdana. BEI juga memperkuat posisinya sebagai bursa dengan jumlah IPO terbanyak di ASEAN sejak 2018.

Dari 68 perusahaan tersebut, 27 perusahaan memiliki aset di atas Rp 250 miliar, 31 perusahaan memiliki aset skala menengah, dan 10 perusahaan memiliki aset skala kecil. Selain itu, BEI juga menyambut empat perusahaan dengan kapitalisasi di atas Rp 3 triliun dan free float di atas 15%, yang diharapkan akan meningkatkan likuiditas transaksi saham di pasar sekunder.

Dalam tiga tahun terakhir, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) memegang rekor nilai pencatatan terbesar di BEI senilai Rp 21,9 triliun, diikuti oleh PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) senilai Rp 18,8 triliun.

Penghimpunan dana dari IPO juga mengalami peningkatan, dengan rerata penghimpunan dana mencapai Rp 729,3 miliar per IPO saham pada 2023. BEI menjalankan pendekatan inklusif untuk berbagai perusahaan, tanpa memandang sektor atau ukuran aset.

Terdapat 28 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham di BEI, dengan mayoritas berasal dari sektor konsumen primer dan energi. Ini diharapkan dapat menghasilkan diversifikasi portofolio investasi bagi para investor.

Meskipun memasuki tahun politik, beberapa perusahaan mungkin menunggu arah kebijakan pemerintah sebelum menggelar IPO, sementara yang lain tetap mempertimbangkan IPO sebagai alternatif pendanaan yang menarik. Dengan pencatatan saham PT Pulau Subur Tbk (PTPS) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), total perusahaan tercatat di BEI di tahun 2023 akan mencapai 70 emiten.