Berita Terkini
BBM Viral Bobibos Belum Kantongi Izin Resmi dari ESDM, Ada Apa?
/index.php
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 09 November 2025 Waktu baca 5 menit
Rencana penerapan redenominasi rupiah atau penyederhanaan nilai nominal mata uang kembali mencuat. Kali ini, langkah tersebut diinisiasi oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025.
Dalam aturan tersebut, Purbaya menargetkan agar kerangka regulasi redenominasi melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) dapat diselesaikan dalam kurun waktu 2026 hingga 2027.
Sebagaimana diketahui, RUU Redenominasi sebenarnya sudah pernah diajukan oleh pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak tahun 2013, namun hingga kini belum terealisasi.
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan rancangan undang-undang lanjutan yang ditargetkan selesai pada tahun 2027,” demikian tertulis dalam PMK 70/2025 yang ditandatangani oleh Purbaya Yudhi Sadewa pada 10 Oktober 2025 dan resmi diundangkan pada 3 November 2025.
Salah satu alasan utama Purbaya mendorong realisasi aturan redenominasi adalah untuk meningkatkan efisiensi perekonomian, sebagaimana disebutkan dalam bagian urgensi PMK 70/2025.
Dalam publikasi Indonesia Treasury Review tahun 2017 yang berjudul Desain Strategis dan Assessment Kesiapan Redenominasi di Indonesia, disebutkan bahwa tujuan utama redenominasi adalah menyederhanakan nilai nominal mata uang agar lebih praktis dalam transaksi harian dan pencatatan akuntansi.
Dalam jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara, dan Kebijakan Publik tersebut, dijelaskan bahwa banyaknya digit dalam nominal rupiah sering menimbulkan masalah, terutama pada perusahaan berskala besar, karena perangkat lunak akuntansi dan sistem teknologi perbankan sering kali mengalami kesulitan teknis ketika menangani angka di atas Rp10 triliun.
Permasalahan mengenai jumlah digit dan banyaknya nol pada rupiah ini bahkan sempat mendorong advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak untuk mengajukan uji materi Pasal 5 ayat (1) huruf C dan Pasal 5 ayat (2) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Mei 2025.
Saat itu, Zico berpendapat bahwa banyaknya angka nol membuat rupiah menjadi tidak efisien. Menurutnya, negara-negara yang telah memangkas nol pada mata uangnya menunjukkan tingkat stabilitas ekonomi yang kuat.
Ia juga menyinggung kembali inisiatif redenominasi yang pernah digagas oleh Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia periode 2010–2013, yang pada tahun 2010 mengusulkan redenominasi sebagai kebutuhan penting bagi negara.
“Menurut Darmin, Indonesia perlu melakukan redenominasi guna menghadapi tantangan di masa depan, terutama terkait integrasi ekonomi regional,” tulis Zico dalam permohonannya ke MK.
Masalah lain yang diungkapkan adalah kebiasaan menghitung angka besar yang disebut dapat memicu rabun jauh akibat kelelahan visual dan ketegangan otot mata karena terlalu banyak angka nol dalam pandangan.
Zico juga berulang kali menegaskan bahwa terlalu banyak angka nol hanya menimbulkan kerumitan dalam transaksi keuangan. Ia menilai bahwa redenominasi dapat mempermudah proses transaksi, mempercepat operasional bisnis, dan mengurangi potensi kesalahan pencatatan.
Selain itu, menurutnya, redenominasi juga dapat menurunkan biaya penyesuaian sistem akuntansi dan teknologi informasi, baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunak.
Lebih jauh, pecahan rupiah yang terlalu besar dianggap menyebabkan inefisiensi ekonomi karena memakan lebih banyak waktu dan biaya dalam bertransaksi, sekaligus menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat.
Dalam laporannya, Zico juga meminta agar redenominasi rupiah dilakukan demi meningkatkan citra dan persepsi publik terhadap mata uang Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Namun demikian, langkah hukum yang ditempuh Zico akhirnya terhenti setelah Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonannya, dengan alasan bahwa kebijakan redenominasi merupakan kewenangan pembuat undang-undang, bukan ranah uji materi perorangan.
Meski begitu, putusan MK tersebut tidak menutup kemungkinan pelaksanaan redenominasi di masa mendatang. Para hakim MK menegaskan bahwa kebijakan tersebut bisa dijalankan melalui pembahasan bersama DPR dan pemerintah.
Dalam siaran pers Bank Indonesia (BI) Agustus 2010, dijelaskan bahwa redenominasi bukanlah sanering, atau pemotongan daya beli masyarakat, melainkan hanya penyederhanaan penulisan nilai uang dan harga barang/jasa, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Pada tahun 2010, BI telah menyusun lima tahapan pelaksanaan redenominasi. Tahap pertama adalah studi banding ke sejumlah negara. Tahap kedua (2011–2012) merupakan periode sosialisasi, tahap ketiga (2013–2015) adalah masa transisi dengan dua versi nominal uang, tahap keempat (2016–2018) ditujukan untuk menarik uang lama dari peredaran, dan tahap kelima (2019–2020) merupakan masa penggunaan penuh uang redenominasi.
Namun, seluruh rencana tersebut tidak berjalan karena RUU Redenominasi belum juga dibahas, meskipun telah tercantum dalam rencana strategis Kementerian Keuangan, termasuk pada era Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (2020–2024).
Padahal, melalui redenominasi, nilai rupiah hanya disederhanakan tanpa mengubah daya beli maupun nilai tukarnya, yaitu dengan menghapus tiga angka nol.
Sebagai contoh, nilai nominal pada uang kertas akan berubah dari Rp100.000 menjadi Rp100, Rp50.000 menjadi Rp50, Rp20.000 menjadi Rp20, Rp10.000 menjadi Rp10, Rp2.000 menjadi Rp2, dan Rp1.000 menjadi Rp1.
Dalam kajian awal yang disampaikan oleh mantan Gubernur BI Darmin Nasution, dijelaskan bahwa penghapusan tiga nol ini juga akan mengembalikan keberadaan uang pecahan sen, di mana uang Rp500 akan menjadi 5 sen, Rp200 menjadi 2 sen, dan Rp100 menjadi 1 sen.
Sumber: cnnindonesia.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.