Berita Terkini
Kepala BGN Tegaskan Tak Ada Pemotongan Anggaran per Porsi di Program MBG
/index.php
Crypto News - Diposting pada 29 October 2025 Waktu baca 5 menit
Di tengah lonjakan inflasi global dan pelonggaran kebijakan moneter di berbagai negara, semakin banyak investor mulai melirik Bitcoin sebagai alternatif untuk melindungi daya beli dari tekanan inflasi. Namun, pertanyaan utamanya: benarkah Bitcoin dapat berfungsi seperti emas atau instrumen keuangan tradisional lainnya sebagai aset hedge terhadap inflasi?
Bitcoin kerap dijuluki “emas digital” karena memiliki beberapa karakteristik yang secara teori mendukung fungsinya sebagai aset pelindung nilai, di antaranya: pasokan terbatas (maksimal 21 juta koin), desentralisasi, dan kemampuan transfer lintas negara tanpa kendali otoritas pusat. Pendukung teori ini berargumen bahwa keterbatasan suplai dan mekanisme halving membuat Bitcoin tahan terhadap devaluasi akibat pencetakan uang berlebihan sesuatu yang sering dikaitkan dengan kenaikan inflasi di sistem keuangan tradisional.
Sebuah studi empiris menunjukkan bahwa harga Bitcoin cenderung menguat saat terjadi guncangan inflasi atau meningkatnya ekspektasi inflasi, menandakan adanya persepsi bahwa sebagian investor menganggapnya sebagai aset lindung nilai. Artikel lain dari Paystand juga menegaskan bahwa desain moneter Bitcoin secara teoritis memberikan ketahanan terhadap depresiasi nilai mata uang fiat.
Selain itu, di beberapa negara berkembang yang mengalami inflasi tinggi, seperti Argentina atau Nigeria, Bitcoin mulai digunakan sebagai alternatif penyimpan nilai ketika kepercayaan terhadap mata uang lokal melemah. Analisis Niace.com pada April 2025 menyebut fenomena ini sebagai “potensi awal penggunaan Bitcoin sebagai aset lindung nilai,” meski masih belum stabil dan belum berskala besar.
Meski ada argumen yang mendukung, banyak penelitian menilai peran Bitcoin sebagai lindung nilai belum konsisten.
Makalah akademik oleh Mykola Pinchuk menegaskan bahwa “Bitcoin does not hedge inflation” karena harga Bitcoin justru cenderung menurun ketika terjadi kejutan inflasi besar.
Meskipun Bitcoin memiliki kelangkaan serupa emas, volatilitasnya jauh lebih tinggi dan perilakunya lebih mirip dengan saham berisiko tinggi ketimbang aset pelindung nilai konvensional. Dalam kondisi pasar tertekan, Bitcoin bahkan sering mengalami penurunan tajam memperlihatkan bahwa perannya sebagai safe haven masih dipertanyakan.
Dari berbagai temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa klaim Bitcoin sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi masih perlu diuji lebih lanjut.
Ya, potensinya ada — Bitcoin memiliki karakteristik unik seperti pasokan terbatas dan sifat desentralisasi yang mendukung teori “pelindung nilai”.
Namun, belum konsisten — volatilitas ekstrem dan korelasi yang kuat dengan aset berisiko membuatnya belum setara dengan emas atau obligasi inflasi sebagai pelindung nilai yang stabil.
Bagi investor, termasuk di Indonesia, penting untuk memahami bahwa Bitcoin bukan pengganti langsung instrumen lindung nilai tradisional, melainkan salah satu komponen diversifikasi portofolio. Strategi yang paling bijak adalah menempatkan Bitcoin sebagai sebagian kecil dari aset investasi, sambil tetap mengandalkan kombinasi instrumen tradisional seperti emas, properti, atau obligasi untuk menjaga daya beli di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.